Rabu, 01 April 2015

Untuk mengatasi naiknya harga beras yang disebabkan karena kurangnya stok beras di wilayah, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara melaksanakan kegiatan Operasi Pasar Beras Murah.  Sesuai hasil pantauan Petugas Enumerator Harga Pangan pada bulan Januari - Februari harga beras mengalami kenaikan sekitar 50% dari harga normal.  Hal ini menyebabkan masyarakat di daerah ini mulai mengeluh karena harga beras yang melonjak tajam.   Untuk menstabilkan harga beras di pasar Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara melalui Badan Ketahanan Pangan menyalurkan cadangan pangan pemerintah melalui Operasi Pasar Beras Murah.  Beras kualitas sedang yang dipasaran dijual dengan harga Rp. 13.000-14.000/kg pada kegiatan operasi pasar ini dijual dengan harga Rp. 8.500/kg. 

Kamis, 11 Desember 2014

Untuk memaksimalkan penggunaan website bagi petugas data kecamatan dalam mendownload ataupun mengakses data ketahanan pangan serta memudahkan dalam pengiriman data FSVA dan SKPG, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara telah membuat buku Panduan Bagi Petugas Data Kecamatan. Buku ini telah didistribusikan kepada masing-masing petugas data di Kecamatan se Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan dapat juga di akses melalui link ini





Kegiatan Pengembangan Desa Mandiri Pangan merupakan salah satu kegiatan andalan dari Badan Ketahanan Pangan.  Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk Penyaluran Dana Bansos untuk kegiatan usaha ekonomi produktif dan ditujukan bagi Rumah Tangga Miskin hasil DDRT/SRT.  Dana Bansos disalurkan ke rekening Kelompok Afinitas yang dibentuk atas dasar kesamaan visi untuk mengembangkan desa yang masuk kategori rawan pangan agar dapat menjadi Desa Mandiri Pangan.  
Dana Bansos yang disalurkan melalui rekening Kelompok Afinitas ini selanjutnya dikelola oleh Lembaga Keuangan Desa (LKD) yang dibentuk oleh Kelompok.
Untuk memberdayakan kelompok dan meningkatkan kemampuan dari kelompok dan LKD, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara telah melakukan pelatihan dan pendampingan kepada Kelompok dan LKD dalam hal teknik budidaya dan pengelolaan administrasi keuangan.








Kamis, 13 November 2014



Pada FSVA 2009, analisis dan pemetaan dilakukan berdasarkan pada pemahaman mengenai ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi seperti yang tercantum dalam Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (Gambar 1.1).

FSVA dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: (i) ketersediaan pangan; (ii) akses terhadap pangan; dan (iii) pemanfaatan pangan.

Ketersediaan Pangan adalah Tersedianya pangan secara fisik di daerah yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan.   Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan.  Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat. 

Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya.  Ketersediaan pangan disuatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebutb di atas.
Pemanfaatan Pangan merujuk pada Penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi.  Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan, dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi hygiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-masing individu dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga.


Kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan aset rumah tangga, strategi penghidupan dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi.  Dengan kata lain status ketahanan pangan suatu rumah tangga atau individu ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian, sosial ekonomi dan biologi bahkan faktor politik.  

Senin, 10 November 2014






Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup,  bergizi dan aman menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.  Karena itu, pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai Central of Development bagi keseluruhan pencapaian target “Millenium Development Goal’s (MDG’s) yang menjadi komitmen bersama.
Pada World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan sebagai: ”Ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat”. 
Di Indonesia, Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Salah satu kendala dalam pengelolaan program pangan yang efektif adalah terbatasnya informasi ketahanan pangan yang akurat dan tertata dengan baik. Padahal dengan informasi yang baik kita dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dengan lebih cepat, tepat dan dinamis.  Sampai dengan tahun 2005 tidak ada sarana untuk menganalisa dan mengklarifikasi ketahanan dan kerentanan pangan di Indonesia.  Karena data yang tersedia hanya ada pada tingkat nasional, maka variasi data antar daerah tidak terlihat jelas.  Hal ini menyebabkan sulitnya menentukan daerah dan alokasi sumberdaya untuk menanggulangi kerawanan pangan di daerah yang rentan. 
Pada tahun 2003-2005 BKP dan WFP telah melakukan kerjasama dalam rangka penyusunan informasi yang terkait dengan ketahanan dan kerentanan pangan. Pada tahun 2005 telah dihasilkan dan dipublikasikan Peta Kerawanan Pangan (FIA) yang pertama. Peta Kerawanan Pangan tersebut telah memberikan dampak positif bagi pengembangan ketahanan pangan di daerah.
Di tingkat pusat, Peta Kerawanan Pangan dijadikan sebagai acuan dalam penetapan prioritas lokasi dan pengalokasian anggaran pada Program Badan Ketahanan Pangan seperti Program Aksi Desa Mandiri Pangan dan Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan. Melalui pertemuan Bupati dan Pertemuan Dewan Ketahanan Pangan, Peta Kerawanan Pangan disepakati sebagai Acuan bagi pimpinan daerah dalam melakukan intervensi daerah rawan pangan.
Peluncuran FIA 2005 ternyata masih menyebabkan kesalahpahaman pengertian pemeringkatan kabupaten. Kata kerawanan pangan (food insecurity) di indikasikan secara langsung bahwa kabupaten-kabupaten peringkat bawah adalah kabupaten yang memiliki penduduk rawan pangan. Oleh karena itu, peta nasional kedua ini diberi judul baru yaitu “Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia-Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA)” merupakan pemuktahiran dari FIA 2005. Perubahan nama Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas) menjadi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas) dilakukan dengan pertimbangan untuk memperjelas pengertian mengenai konsep ketahanan pangan berdasarkan tiga dimensi ketahanan pangan.
FSVA yang telah disusun pada tingkat nasional selanjutnya perlu dijabarkan lagi di tingkat provinsi hingga level kecamatan bahkan desa. FSVA yang disusun merupakan sarana bagi para pengambil keputusan untuk secara cepat dalam mengidentifikasi daerah yang lebih rentan, dimana investasi dari berbagai sektor seperti jasa, pembangunan manusia dan infrastuktur yang berkaitan dengan ketahanan pangan dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap penghidupan, ketahanan pangan dan gizi masyarakat.
Peta FSVA disusun pada tingkat wilayah dengan menggunakan indikator yang sifatnya statis dan perubahannya jangka panjang periode pengambilan data setiap 2-3 tahun. Untuk memperkuat analisis FSVA ini, maka perlu dilakukan sistem pemantauan dan deteksi dini dalam mengantisipasi kejadian kerawanan pangan secara berjenjang sebagai dasar membangun ketahanan pangan di wilayah yang dilakukan secara periodik (triwulan) dan terus menerus melalui kegiatan SKPG. Dengan hasil analisis SKPG tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi  pengambil kebijakan dalam melakukan pencegahan maupun tindakan penanggulangan kerawanan pangan secara lebih cepat dan lebih tepat serta dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan program ketahanan pangan.

Untuk menyusun Peta FSVA di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara kendala yang selama ini dihadapi adalah kurang tersedianya data yang memadai dan akurat.  Penyediaan data yang tepat dan akurat merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.  Namun kendala yang dihadapi saat ini adalah kurang pahamnya masyarakat dan pemerintah desa tentang data-data yang dibutuhkan untuk menganalisa ketahanan dan kerentanan pangan di wilayah khususnya Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.  Blog ini dibuat sebagai salah satu sarana bagi Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara khusunya Bidang Keamanan dan Kerawanan Pangan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat umum fungsi dan kegunaan dari data yang dibutuhkan untuk penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan serta sebagai salah satu referensi bagi pengambil kebijakan untuk melihat kondisi ketahanan dan kerentanan pangan wilayah dalam kaitannya dengan penyusunan program penanggulangan daerah rawan pangan.  

Sabtu, 06 September 2014


Selamat datang di Pusat Informasi Ketahanan dan Kerentanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.  Informasi Ketahanan dan Kerentanan Pangan merupakan salah satu dari standar pelayanan minimal yang harus disediakan Badan Ketahanan Pangan khususnya Bidang Keamanan dan Kerawanan Pangan.  Untuk dapat melaksanakan intervensi yang terkait dengan ketahanan pangan dan gizi  sangat diperlukan Informasi Ketahanan dan Kerentanan Pangan Wilayah. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) pada dasarnya merupakan gambaran kondisi wilayah terhadap penyediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan serta merupakan sarana bagi pengambil kebijakan dalam hal penentuan sasaran dan memberikan rekomendasi untuk intervensi kerawanan pangan dan gizi di tingkat provinsi dan kabupaten.  Selain dalam bentuk Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) informasi kondisi ketahanan pangan suatu wilayah dapat dilihat melalui Analisis Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi bulanan dan tahunan. 

Blog Ketahanan dan Kerentanan Pangan ini memuat informasi dan data-data kondisi ketahanan pangan tingkat kabupaten, kecamatan bahkan sampai ke tingkat desa dalam dimensi penyediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan.  Laporan SKPG yang dikirimkan petugas SKPG kecamatan melalui email Badan Ketahanan Pangan secara berkala akan di update melalui blog ini sehingga informasi yang dibutuhkan terkait dengan kondisi ketahanan pangan wilayah ini dapat diakses oleh semua pihak baik di pusat, provinsi, kabupaten, bahkan sampai ke tingkat kecamatan dan desa. 
 
Blog ini juga menyajikan format-format serta jenis-jenis data yang dibutuhkan untuk penyusunan Informasi Ketahanan dan Kerentanan Pangan yang dapat didownload oleh petugas SKPG kecamatan sehingga memudahkan petugas SKPG Kecamatan dalam membuat laporan SKPG secara berkala.